Selasa, 16 Maret 2010

CITTA VAGGA

TIPITAKA







III.
CITTA VAGGA




























1. MEGHIYA THERA

“P

ikiran mudah goyah, tidak tetap ....”
Uraian dhamma ini dibabarkan oleh Guru berkenaan dengan Bhikkhu Meghiya, ketika beliau berada di Calikapabbata. (Untuk cerita tentang Thera ini, maka Meghiya Sutta harus diuraikan secara rinci).
Pada suatu waktu, karena kemelekatan pada tiga pikiran jahat, yaitu keserakahan, kebencian dan kebodoh-an, Bhikkhu Meghiya tak dapat mengembangkan medi-tasi (bhavana) di Ambavana (Hutan Mangga) ini, maka ia kembali kepada Guru. Guru menasehatinya sebagai berikut:
“Meghiya, anda telah melakukan kesalahan besar. Saya memintamu untuk tetap tinggal dengan berkata padamu, ‘Sekarang saya sendirian, Meghiya. Tunggu hingga ada bhikkhu lain yang datang.’ Tetapi walaupun saya meminta, anda pergi. Seorang bhikkhu tidak boleh meninggalkan saya sendirian dan bergi begitu saja ketika saya memintanya untuk tinggal. Seorang bhikkhu tidak boleh dikuasai oleh pikirannya (karena masih bodoh). Karena pikiran suka mengembara, maka seseorang harus selalu mengawasi pikirannya sendiri.”
Setelah berkata demikian, guru mengucapkan dua syair berikut:

33. “Pikiran mudah goyah, tidak tetap, sulit dijaga dan sulit dikuasai; namun orang bijaksana akan meluruskannya, bagaikan pembuat panah melurus-kan anak panah.”
34. “Pikiran selalu menggelepar bagaikan seekor ikan yang dikeluarkan dari air dan dilemparkan ke atas tanah. Karena itu, kekuasaan Mara harus dihancurkan.”

Pada akhir dari syair-syair itu diucapkan, Bhikkhu Meghiya menjadi Sotapanna, sedangkan para bhikkhu yang lain menjadi Sakadagami dan Anagami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar