Selasa, 16 Maret 2010

RICIKAMMATTHANIKATTHERA VATTHU

2. RICIKAMMATTHANIKATTHERA VATTHU


“I

a yang mengetahui bahwa tubuh ini bagaikan busa ....”
Uraian dhamma ini dibabarkan Guru ketika beliau tinggal di Savatthi sehubungan dengan seorang bhikkhu yang bermeditasi pada bayangan (maricikammatthana).
Tersebutlah bahwa seorang bhikkhu mendapat pokok meditasi dari Guru, lalu masuk dalam hutan untuk melaksanakan meditasi. Namun walaupun telah berusaha dan berjuang sungguh-sungguh, ia tidak berhasil men-capai kearahatan, lalu ia berpikir: “Saya akan memohon guru untuk memberikan pokok meditasi yang sesuai dengan kebutuhanku.” Dengan ide ini dipikirannya ia keluar dari hutan kembali kepada Guru.
Dalam perjalanan ia melihat sebuah bayangan (mirage). Ia berpikir: “Seperti bayangan ini pada musim panas nampak nyata bagi mereka yang berada din tempat jauh, tetapi hilang bila didekati, demikian pula dengan kehidupan ini tidak nyata bila memperhatikan kelahiran dan kelapukan (proses penuaan).” Ia memusatkan pikir-annya pada bayangan, ia melatih dirinya bermeditasi pada bayangan. Sekembalinya, kecapaian karena per-jalanan, ia mandi di sungai Aciravati dan duduk di bawah naungan sebuah pohon di tepi sungai dekat sebuah air terjun. Selagi ia duduk memperhatikan gelembung-gelembung besar dari busa yang muncul dan pecah, karena kekuatan air menerpa bebatuan, ia berpikir: “Begitu pula kehidupan ini muncul dan begitu pula kehidupan hancur.” Hal ini dijadikannya sebagai obyek meditasinya.
Sementara itu, Guru yang sedang duduk dalam Gandhakuti (dengan kekuatan batinnya) melihat Thera dan berkata:
”Bhikkhu, itu memang begitu. Kehidupan ini seperti gelembung busa atau sebuah bayangan. Tepat sekali, begitulah kehidupan muncul dan begitu pula kehidupan lenyap.”
Setelah Belioau berkata seperti itu, Beliau mengucapkan syair berikut:

46. Ia yang mengetahui bahwa tubuh ini bagaikan busa, ia yang dengan jelas me-ngerti bahwa begitulah sifat alamiah dari bayangan, maka orang seperti ini akan mematahkan ujung panah Mara dan Raja Kematian tidak dapai menemuinya.”
Pada akhir dari syair Thera mencapai kearahatan dan memiliki patisambhida (kemampuan batin), lalu ia menghormat ke arah tubuh Guru yang keemasan dan gemilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar